8 februari 09
Akhir-akhir ini dunia sering dikejutkan oleh begitu banyaknya anak yang memiliki pola pikir berbeda dengan anak seusianya. Anak-anak tersebut sering disebut sebagai anak Indigo. Keadaan ini sifatnya aneh, karena menggambarkan suatu perubahan antara orang dewasa dan anak yang tidak terduga, serta tampaknya tidak seperti yang sudah dialami oleh generasi sebelumnya. Daya nalar anak Indigo ini cenderung dewasa, padahal usianya belum mencapai belasan. Anak-anak Indigo memiliki indera keenam yang luar biasa tajam, sehingga si anak sampai merasa dirinya tidak normal karena tidak sama dengan teman-temannya (dalam Senior, 2005:1). Fenomena lahirnya anak-anak berkemampuan lebih ini sebenarnya sudah sejak lama ada. Kata Indigo sendiri diambil dari nama warna yaitu indigo, yang dikenal sebagai warna biru sampai violet. Bagaimana hubungan warna itu dengan anak-anak yang mendapat julukan tersebut dan diketahui memiliki indera keenam, indera yang dimaksud adalah intuisi, semua orang sebetulnya memiliki intuisi tetapi khusus anak Indigo mempunyai intuisi yang luar biasa tajam di atas kemampuan orang kebanyakan (dalam Hendranata, 2002:1).
Carrol dan Tober (dalam Rodale, 2006:216) mendefinisikan Indigo sebagai ”kegelisahan, ketakutan” individu yang ”percaya pada diri mereka sendiri.... yang memiliki permasalahan dengan kewibawaan yang absolut,” dan seringkali melihat satu cara yang menurut mereka lebih baik untuk melakukan sesuatu, di rumah maupun di sekolah.”. Mereka ada di setiap negara dan di setiap benua. Hanya saja penanganan dan pengasuhan terhadap merekalah yang seharusnya perlu diperhatikan. Karena selama ini penangan terhadap mereka sering salah.
Menurut dr Tubagus Erwin Kusuma SpKj (dalam Mohammad, dkk, 2004:1), psikiater yang menaruh perhatian pada masalah spiritualitas, anak-anak Indigo semakin muncul di mana-mana di dunia, melewati batas budaya, agama, suku, etnis, kelompok, dan batas apa pun yang dibuat manusia untuk alasan-alasan tertentu. Fenomena anak Indigo menarik perhatian banyak pihak, karena dalam paradigma psikologi manusia, anak-anak itu dianggap "aneh". Pandangan ini muncul karena selama ini kemanusiaan telah dianggap sebagai hal yang statis, tak pernah berubah. Sebagai hukum, masyarakat cenderung memahami evolusi tapi hanya untuk yang berkaitan dengan masa lalu. Erwin menambahkan bahwa fenomena munculnya anak-anak Indigo tersebut merupakan bagian dari evolusi kesadaran baru manusia, yang secara perlahan muncul di bumi, terutama sejak awal milenium spiritual sekitar tahun 2000 yang disebut Masa Baru, The New Age, atau The Aquarian Age.
Sebuah contoh kasus diceritakan oleh seorang paranormal di Indonesia yaitu Leo Lumanto. Beliau menemukan seorang anak berusia 10 tahun di daerah Semarang, sebut saja anak itu Jimmy, dengan kondisi yang mengenaskan. Jimmy dikurung dalam kamarnya dengan jendela tertutup dan dipaku dari luar. Oleh dokter, Jimmy didiagnosis Hyperaktif dan menunjukkan gejala Skisofrenia. Setiap hari dia menggambar dan bercerita tentang masa lalu dan masa depan. Ia merasa dirinya adalah reinkarnasi seorang Cina zaman kuno yang bernama Begawan. Jimmy mengatakan bahwa Cheng Ho, seorang penyebar agama Islam dari Cina, bukan melabuhkan kapalnya di daerah selatan, seperti diceritakan dalam buku-buku yang beredar di pasaran, melainkan di daerah Utara. Ia mengajak paranormal tersebut ke sebuah rumah tua di daerah pesisir yang memiliki tanah kosong. Jimmy mengatakan bahwa jika mereka menggali di tanah tersebut sekitar 17-20 meter, akan ditemukan sebuah cawan kuno yang membuktikan bahwa Cheng Ho pertama kali melabuhkan kapalnya di pesisir tersebut. Akhirnya, pada kedalaman 16 meter ditemukan sebuah cawan bertuliskan aksara Cina kuno milik Cheng Ho. Hal tersebut bukanlah sesuatu yang direkayasa atau fantasi seorang yang mengidap gejala Skisofrenia.
Anak-anak dengan kemampuan seperti Jimmy bukan hal yang baru di dunia, tetapi fenomenanya semakin jelas 20 tahun terakhir ini. Sebastian Bach dan Albert Einstein bisa dikategorikan sebagai anak Indigo. Musik yang diciptakan Bach disebut sebagai tipe musik anak Indigo. Ia menciptakan musik sambil melamun, sama seperti Einstein yang menemukan rumus saat sedang melamun (dalam Senior, 2005:1)Bagian medis sering mendiagnosis Indigo adalah sesuatu yang harus disembuhkan. Prof. Dr. dr. H. Soewardi, MPH, SpKJ. Spesialis penyakit jiwa di Rumah Sakit Sardjito, Yogyakarta, ini mengatakan ”Bahwa anak-anak Indigo harus disikapi secara hati-hati, terutama oleh lingkungan sosial dan keluarganya.” Menurut Soewardi, Indigo adalah gejala ketidakwajaran dan keajaiban anak Indigo itu terjadi karena ada kesalahan dalam sistem limbic otak, terutama neurotransmiternya dan harus diupayakan kesembuhannya (dalam Mohammad, dkk, 2004:2). Hal inilah yang menimbulkan ketidakwajaran.
Pandangan Soewardi itu berbeda dengan dr Tubagus Erwin Kusuma SpKj, psikiater yang menaruh perhatian pada masalah spiritualitas. Menurut pandangan Erwin (dalam Mohammad, dkk, 2004:3) anak-anak Indigo pada dasarnya seumur hidup akan tetap dalam kondisi Indigo. Di usia anak-anak, mereka kerap "berontak". Tapi ketika dewasa, karena sudah bisa menyesuaikan diri, sikap pemberontakannya berkurang. Artinya, "pendampingan" terhadap anak Indigo sangat diutamakan, agar mereka bisa tumbuh secara wajar.
Menurut Carrol dan Tober (2000:1), banyak pro dan kontra yang menerangkan tentang bagaimana keadaan psikologis pada anak Indigo karena mereka menunjukkan sekumpulan atribut psikologis yang baru dan tidak biasa, serta memperlihatkan pola perilaku yang tidak umum untuk seusianya. Apalagi di Indonesia sendiri belum ada penelitian tentang anak Indigo dari sisi psikologis.Dalam segi intelegensi anak Indigo berbeda dengan anak yang mendapat predikat jenius yang kemampuan otak mereka luar biasa pintar dan menjadikan mereka menonjol dalam prestasi belajar, dan selalu dipastikan selalu menduduki peringkat satu di kelas bahkan di angkatannya, anak-anak yang termasuk Indigo dalam kehidupan sehari-hari bisa terkesan biasa-biasa saja dalam segi prestasi, bahkan ada beberapa yang harus tinggal kelas. Itu sebenarnya bukan berarti anak Indigo adalah anak yang ber-IQ rendah, malah sebaliknya kalau diperiksa bahkan IQ mereka banyak yang sangat tinggi, setaraf, bahkan lebih dari, IQ anak jenius. Tetapi banyak anak Indigo tersebut menunjukkan IQ yang tinggi, namun mereka sering kali juga memperlihatkan kreativitas yang ’membeku’. Anak Indigo kebanyakan malas belajar dan kurang ambisi, bahkan beberapa anak mengeluh sering sakit kepala karena banyak hal yang mereka tidak mengerti berada di pikiran anak Indigo. Walaupun akhirnya kita melihat banyak juga anak Indigo memang bisa mencetak prestasi bintang menyamai anak-anak jenius (dalam Hendranata, 2002:1).
Fisik anak-anak Indigo sama dengan anak-anak lainnya, tetapi memiliki jiwa yang matang sehingga tak jarang memperlihatkan sifat orang yang sudah dewasa atau tua walaupun dengan usia yang terbilang masih sangat muda. Sering kali ia tak mau diperlakukan seperti anak kecil dan tak mau mengikuti tata cara maupun prosedur yang ada. Anak Indigo ini, yang mereka minta adalah dihargai sebagai anak-anak dan diperlakukan sebagai manusia, tidak ada perbedaan antara anak-anak dan orang dewasa.
Anak Indigo mengolah emosinya secara berbeda dengan non-Indigo karena mereka memiliki harga diri yang tinggi dan integritas yang kuat. Mereka bisa membaca orang lain seperti sebuah buku yang terbuka dan dengan cepat mengetahui dan menetralisasi setiap agenda atau usaha tersembunyi untuk memanipulasi mereka, betapa pun halusnya. Anak Indigo memiliki determinasi bawaan yang kuat untuk mengerjakan segala sesuatu untuk diri mereka sendiri dan hanya menginginkan bimbingan dari orang lain, bila itu dikemukakan dalam format pilihan yang sebenarnya. Mereka lebih suka menyelesaikan persoalan untuk mereka sendiri (Carrol dan Tober, 2000:44).
Ketika berinteraksi dengan orang-orang dewasa, anak Indigo mengeluarkan anak dalam diri mereka dan kesederhanaan hidup. Pada pihak lain, mereka agak keras terhadap teman-teman sebayanya dan merasa ditolak atau dikagumi secara berlebihan. Anak Indigo ini bisa menjadi sangat kacau secara emosional oleh teman sebaya yang tidak memahami fenomena Indigo. Akan tetapi, mereka sangat ulet dan dapat membantu anak-anak yang membutuhkan, meskipun bantuan ini sering ditolak (Carrol dan Tober, 2000:53).
Banyak kasus pelabelan Indigo menyebabkan anak-anak seperti terpisah dengan dunianya. Anak-anak yang dilabel Indigo merasa tertekan ketika orang-orang memandangnya aneh. Seringkali mereka malah menarik diri dari lingkungannya. Melabel individu tanpa ada penelitian terlebih dahulu bisa menjadi perbuatan yang merugikan bagi individu ketimbang gejalanya itu sendiri (Carrol dan Tober, 2000:55). Perhatian yang cermat perlu diberikan sebelum individu disebut sebagai sesuatu yang tidak diselidiki secara menyeluruh. Menurut penulis, Indigo bukanlah Pathologis melainkan keabnormalan seorang anak sehingga tidak bisa dikatakan bahwa Indigo suatu penyakit tanpa ada penelitian lebih lanjut dan mendalam.
Penulis menemukan kasus tentang seorang anak perempuan berusia 5 tahun 10 bulan, yang berinisial NY dan saat ini duduk di bangku Taman Kanak-Kanak. NY didiagnosis sebagai salah satu anak Indigo oleh Pamannya yang berprofesi sebagai paranormal. Penulis mengadakan observasi awal dan NY memenuhi beberapa dari ciri-ciri Indigo (Carrol dan Tober, 2000:2) yaitu:
1. Memiliki rasa ingin berbagi;
2. Sulit menerima otoritas mutlak tanpa alasan;
3. Tidak mau atau sulit menunggu giliran;
4. Kecewa bila menghadapi hal-hal yang tidak memerlukan pemikiran yang kreatif;
5. Seringkali menemukan cara-cara yang lebih tepat, baik di sekolah maupun di rumah, sehingga menimbulkan kesan “non konformistis” terhadap sistem yang berlaku;
6. Tidak berespons terhadap aturan-aturan kaku (misalkan: “tunggu sampai ayahmu pulang”);
7. Tidak malu untuk meminta apa yang dibutuhkannya.NY juga menceritakan pengalamannya ketika ia sedang berada di Malaysia. Saat itu subyek berusia 2 tahun lima bulan. Ia dapat dengan lancar menceritakan pengalamannya ketika berjalan-jalan di negeri jiran tersebut. Di samping itu, NY memiliki intuisi yang kuat sejak kecil. Subyek dapat melihat hal-hal gaib yang tidak dapat dilihat oleh mata dan mengetahui apa yang akan terjadi. Di rumah, menurut ibunya, NY terkadang bersikap berbeda dari biasanya. Sehari-hari, NY adalah anak yang tenang tapi tiba-tiba sikapnya akan berubah menjadi sangat menjengkelkan tanpa alasan yang jelas. Menurut guru NY, subyek selalu dapat memecahkan persoalan-persoalan yang terjadi di antara teman-temannya dengan tenang dan damai. Hal itu yang selalu membuat guru-guru di sekolahnya berdecak kagum.
Kasus di atas adalah sepenggal dari cerita seorang anak Indigo. NY memiliki ingatan dan intuisi yang tajam. Ingatan yang kuat berhubungan dengan kecerdasan. Hal tersebut bisa dilihat dari cara subyek menceritakan suatu bangunan di Malaysia dengan sangat detil. Padahal subyek masih berusia 2 tahun saat berada di Malaysia. NY tergolong anak yang mandiri dan memiliki jalan pikiran yang dewasa ketika menyelesaikan suatu permasalahan. Cara berfikir yang dewasa itulah yang membuat subyek terkadang tidak mau ikut bermain bersama teman-teman sebayanya. NY hanya duduk dan memperhatikan mereka bermain. Sehingga relasi sosial NY dengan teman sebayanya tidak seperti anak-anak seusianya. Oleh karena itu penelitian ini dirasa sangat perlu untuk mengetahui apa sebenarnya Indigo tersebut dan bagaimana kondisi psikologis anak Indigo yang tentu saja berbeda dengan anak-anak pada umumnya.
Malang, 2007
Minggu, 08 Februari 2009
INDIGO
Jumat, 06 Februari 2009
Dia
6 Feb 09
Dia yang aneh... dasar manusia rasio. manusia independent pasif. manusia narcis. manusia yang terlalu mencintai dirinya sendiri. kalo boleh dianalisa sh dia itu lebih memilih mencintai dirinya sendiri karena menemui kenyataan bahwa ia tidak cukup mendapatkan cinta dari lingkungan. kasihan sih tapi susah berbicara feeling dengannya. ketika kita mengarahkan untuk berbicara feeling, lagi-lagi ia membelokkannya menjadi rasio. jelas sekali menjadi tidak nyaman karena emosi dijadikan rasio. dan kemaren ia baru menyadari bahwa dirinya adalah manusia seperti itu. dia bertanya apakah itu sangat jelek? hmmm...sebenarnya itu tidak terlalu jelek. semua manusia memiliki kelebihan dan kekurangan. asalkan kekurangan itu bisa dimanfaatkan pasti akan menjadi lebih baik dan indah. dan dia sungguh menggoda....
Dia yang aneh... dasar manusia rasio. manusia independent pasif. manusia narcis. manusia yang terlalu mencintai dirinya sendiri. kalo boleh dianalisa sh dia itu lebih memilih mencintai dirinya sendiri karena menemui kenyataan bahwa ia tidak cukup mendapatkan cinta dari lingkungan. kasihan sih tapi susah berbicara feeling dengannya. ketika kita mengarahkan untuk berbicara feeling, lagi-lagi ia membelokkannya menjadi rasio. jelas sekali menjadi tidak nyaman karena emosi dijadikan rasio. dan kemaren ia baru menyadari bahwa dirinya adalah manusia seperti itu. dia bertanya apakah itu sangat jelek? hmmm...sebenarnya itu tidak terlalu jelek. semua manusia memiliki kelebihan dan kekurangan. asalkan kekurangan itu bisa dimanfaatkan pasti akan menjadi lebih baik dan indah. dan dia sungguh menggoda....
Langganan:
Postingan (Atom)